BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Mulai
abad pertengahan merupakan abad gemilang bagi umat Islam. Abad inilah
daerah-daerah Islam meluas di barat melalui Afrika Utara sampai Spanyol, di
Timur Melalui persia sampai India. Daerah-daerah ini kepada kekuasaan kholifah
yang pada mulanya berkedudukan di Madinah kemudian di Damaskus dan terakhir di
Baghad. Di abad ini lahir para pemikir dan ulama besar seperti : Maliki,
syafi’i, Hanafi, dan Hambali. Dengan lahirnya pemikiran para ulama besar itu,
maka ilmu pengetahuan lahir dan berkembang dengan pesat sampai ke puncaknya,
baik dalam bidang agama, non agama maupun dalam bidang kebudayaan lainnya.
Memasuki benua Eropa melalui Spanyol dan Sisilia, dan inilah yang menjadi dasar
dari ilmu pengetahuan yang menguasai alam pikiran orang barat (Eropa) pada abad
selanjutnya. Di pandang dari segi sejarah kebudayaan, maka tugas memlihara dan
menyebarkan ilmu pengetahuan itu tidaklah kecil nilainya di banding dengan
menciptakan ilmu pengetahuan. Di antara yang mendorong timbulnya pembaharuan
dan kebangkitan Islam adalah : pertama, paham tauhid yang dianut kaum muslimin
telah bercampur dengan kebiasaan-kebiasaan yang dipengaruhi oleh
tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang yang suci dan hal lain yang
membawa kepada kefukuran. Kedua, sifat jumud membuat umat islam berhenti
berfikir dan berusaha, umat Islam maju di zaman klasik karena mereka
mementingkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu selama umat Islam masih bersifat
jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad, tidak mungkin mengalami
kemajuan, untuk iu perlu adanya pembaharuan yang berusaha memberantas
kejumudan. Ketiga, Umat Islam selalu berpecah belah, maka umat islam tidaklah
akan mengalami kemajuan. Umat islam maju karena adanya persatuan dan kesatuan,
karena adanya persaudaraan yang diikat oleh tali ajaran Islam. Maka untuk
mempersatukan kembali umat Islam bangkitlah suatu gerakan pembaharuan. Keempat,
hasil dari kontak yang terjadi anatara dunia Islam dan Barat. Dengan adanya
kontak ini umat Islam sadar bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan
dengan Barat, terutama sekali ketika terjadinya peperangan anatara kerajaan Usmani
dengan negara-negara Eropa, yang biasanya tentara kerajaan Usmani selalu
memperoleh kemenangan dalam peperangan, akhirnya mengalami kekalahan-kekalahan
di tangan Barat, hal ini membuat pembesar-pembesar Usmani untuk menyelidiki
rahasia kekuatan militer Eropa yang baru muncul. Menurut mereka rahasianya
terletak pada kekuatan militer modern yang dimiliki Eropa, sehingga pembaharuan
di pusatkan di dalam lapangan militer, namun pembaharuan di bidang lain
disertakan pula.[1]
B.
Rumusan Masalah
1.
Mengenai
pembaharuan Islam
2.
Mengetahui
Geografi Rasyid Ridho
3.
Menejalaskan
Latar Belakang Rasyid Ridho
4.
Menegenai
pembaharuan Rasyid Ridho dan konstribusinya
C.
Tujuan
a.
Mahasiswa
mampu mengetahui Sejarah pada zaman dahulu
b.
Dapat
menambah ilmu dan wawasan yang lebih dalam
c.
Dengan
adanya makalah ini mahasiswa untuk dapat lebih efektif mempelajari isi makalah
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pembaharuan Islam
Pembaharuan
Islam adalah upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan perkembangan
dan yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dengan demikian
pembaharuan dalam islam bukan berarti mengubah, mengurangi atau menambahi teks
Al-Qur`an maupun Hadis, melainkan hanya menyesuaikan paham atas keduanya.
Sesuai dengan perkembangan zaman, hal ini dilakukan karena betapa pun hebatnya
paham-paham yang dihasilkan para ulama atau pakar di zaman lampau itu tetap ada
kekurangannya dan selalu dipengaruhi oleh kecendrungan, pengetahuan,
situasional, dan sebagainya. Paham-paham tersebut untuk di masa sekarang
mungkin masih banyak yang relavan dan masih dapat digunakan, tetapi mungkin
sudah banyak yang tidak sesuai lagi. Hal inilah yang perlu diperbaharui. [2]
2.
Biografi Muhammad Rasyid Ridho
Muhammad
Rasyid Ridha ( Selanjutnya ditulis dengan Rasyid Ridha) lahir pada tanggal 27
Jumaidil Ula 1282 H./ 23 September 1865 M. , tapi dalam arsip kementrian dalam
negeri kerajaan Utsmani, ia lahir pada tahun 1279 H, di al-Qalamun suatu desa
di Libanon yang letaknya tidak jauh dari kota Tarabuls Syam.[3] Menurut
keterangan, ia berasal dari keturunan al-Husain, cucu Nabi Muhamad Saw. Oleh
karenanya ia selalu memakai predikat Sayyid di depan namanya.
3.
Latar Belakang Rasyid Ridho
Semasa ia kecil, ia belajar di sebuah sekolah tradisoanal di al
Qalamun untuk belajar menulis, berhitung dan membaca Al-Qur`an. Pada tahun
1882, ia meneruskan pelajaran di al Madrasah al-Wataniah al-Islamiyyah (Sekolah
Nasional Islam) di Tripoli. Sekolah ini didirikan oleh al-Syaikh Husain al
Jisr, seorang ulama Isla yang telah dipengaruhi oleh ide0ide modern. Di
Madrasah ini, selain dari bahasa Arab diajarka pula bahasa Turki dan Perancis
dan di samping pengetahuan-pengetahuan agama juga diajarkan pengetahuan modern.
Rasyid
Ridha meneruskan pelajarannya di salah satu sekolah agama yang ada di Tripoli.
Namun hubungan dengan al-Syaikh Hussein al-Jisr berjalan terus dan guru inilah
yang menjadi pembimbing baginya di masa muda. Selanjutnya ia banyak dipengaruhi
oleh ide-ide Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad’Abduh melalui majalah al-Urwah
al-Wutsqa. Ia berniat untuk menggabungkan diri dengan al-Afghani di
Istambul, tetapi niat itu tidak terwujud. Sewaktu Muhammad ‘abduh berada dalam
pembuangan di Beriut, ia mendapat
kesempatan baik untuk berjumpa dan berdialog dengan murid utama al-Afghani itu.
Pemikiran-pemikiran pembaharuan yang kemudian diperluas lagi dengan ide-ide
al-Afghani dan muhammad ‘Abduh amat mempengaruhi jiwanya. Beberapa bulan
kemudian ia mulai menerbitkan majalah yang termasyur, al manar. Di dalam
nomor pertama dijelaskan bahwa tujuan al-manar sama dengan tujuan al-Urwah
al-Wutsqa, antar lain, mengadakan pembaharuan dalam bidang agama, sosial
dan ekonomi, memeberantas takhayyul dan bid’ah-bid’ah yang masuk ke dalam tubuh
Islam, menghilangkan faham fatalisme yang terdapat dalam kalangan umat Islam,
serta faham-faham salah yang dibawa tarekat-tarekat tasawwuf, meningkatkan mutu
pendidikan dan membela umat islam terhadap permainan politik negara-negara
Barat.
Di
dalam majalah al-Manar pun, Rasyid Ridha menulis dan memuat karya-karya yang
menentang pemerintahan absolut kerajaan Utsmani. Selain itu, tulisan-tulisan
yang menentang politik Inggris dan Perancis untukmembelah-belah dunia Arab di
bawah kekuasaan mereka. Di masa tua Rasyid Ridha, meskipun kesehatannya telah
terganggu, ia tidak mau tinggal diam dan sanantiasa aktif. Akhirnya ia
meninggaldunia di bulan Agustus tahun 1935, sekembalinya dari mengantarkan
Pangeran Su’ud ke kapal di Suez.[4]
Ide-ide
Pembaruan Rasyid Ridho
1.
Bid’ah
dan Faham Fatalisme: Penyebab Kemunduran Umat Islam
Hampir
tidak jauh berbeda pemikiran Rasyid Ridha mengenai pembaharuannya dengan para
gurunya, yaitu Muhammad ‘Abduh dan Jamaluddin al-Afghani. Ia juga berpendapat
bahwa umat Islam mundur karena tidak mengangut ajaran-ajaran Islam yang
sebenarnya. Pemahan umat Islam tentang ajaran-ajaran agama mengalami kesalahan
dan perbuatan-perbuatan mereka dianggap telah menyeleweng dari ajaran Islam
yang hakiki. Ke dalam tubuuh Islam telah banyak masuk bid’ah yang merugikan
bagi perkembangan dan kemajuan umat.
Menurut Rasyid Ridha,di atntara bid’ah-bid’ah
itu ialah pendapat bahawa dalam Islam terdapat ajaran kekuatan batin yang
dikehendakinya. Bid’ah lai yang ditentang keras oleh Rasyid Ridha ialah ajaran
syekh-syekh tarekat tentang pujaan dan kepatuhan berlebih-lebih pada syekh dan
wali. Umat, demikian menurut Rasyid Ridha, harus kembali kepada ajaran Islam
yang sebenarnya. Murni dari segala bid’ah . Islam murni itu sederhana dalam
ibadat dan sederhana dalam muamalatnya. Yang meruwetkan ajaran Islam, adalah
justeru sunah-sunah yang ditambahkan hingga menkaburkan antara wajib dan
sunnah. Dalam soal muamalah, hanya dasar-dasar yang diberikan, seperti
keadilan, persamaan, pemerintahan Syura. Perincian dan pelaksanaan dari
dasar-dasar ini diserahkan kepada umat untuk menentukannya. Hukum-hukum fiqh
mengenai hidup kemasyarakatan, tidak boleh dianggap absolut dan tak dapat
diubah. Hukum-hukum itu tibul sesuai dengan suasana tempat dan zamannya.
Terhadap sikap fanatik di zamannya ia
menganjurkan supaya toleransi bermazhab dihidupkan. Dalam hal-hal
fundamental-lah yang perlu diperhatikan, yaitu persatuan umat. Selanjutnya ia
menganjurkan pembaharuan dalam bidang hukkum dan penyatuan mazhab hukum. Sebagaimana
disebutkan di atas, Rasyid Ridha mengakui terdapat faham fatalisme di kalangan
umat Islam. Menurutnya, bahwa salah satu dari sebab-sebab yang membawa kepada
kemunduran umat Islam ialah faham fataliseme (‘aqidah al-jabr) itu.
Selanjutnya salah satu sebab yang membawa masyarakat Eropa kepada kemajuan
ialah faham dinamis yang terdapat di kalangan mereka. Islam sebenarnya
mengandung ajaran dinamis. Orang Islam disuruh bersikap aktif. Dinamis dan
sikap aktif itu terkandung dalam kata jihad ;jihad dalam arti berusaha keras, dan sedi memberi
pengorbanan, harta bahkan juga jiwa. Faham jihad inilah yang menyebabkan umat Islam di zaman
klasik dapat menguasai dunia.
4.
Pembaharuan Rasyid Ridho dalam masalah Ijtihad
Sebagaiman
umat Muhammad Abduh, Rasyid Ridho sangat mengharagai akal manusia, walaupun
penghargaan nya tidak setinggi penghargaan yang di berikan gurunya. Maka dapat
di pakai dalam menafsir dalam ajaran-ajaran mengenai hidup kemasyarakatan,
tetapi tidak terhadap ibadah. Ijtihad dalam ibadah tidak lagi diperlukan.
Ijtijad ( fungsi explorasi akal ) dapat di pergunakan pada ayyt dan hadis yang
tidak mengandung arti tegas dan terhadap persoalan-persoalan yang tidak disebut
secara langsung dalam Al-Qur`an dan hadis. Di sinilah, menurut Rasyid
Ridho,terletak dinamika Islam. Lebih jauh, mengenai ijhtihad, Rasyid Ridho
berkata: “tidak ada islah (pembaharuan) kecuali dengan dakwah; tidak ada aja
dakwah kecuali dengan hujjah ( argumentasi yang dapat di terima secara
rasional); dan tidak ada hujjah dalam mengikut secara buta (taqlid). Yang mesti
ada adalah tetutupnya pintu taqlid buta, dan terbukanya pintu lagi paham
rasional yang argumen tatif adalah awal dari setiap upaya ishlah. Taqlid
merupakan hijab yang sangat tebal yang tidak disertai ilmu dengan pemahaman “
Mengenai
ilmu pengetahuan, menurut Rasyid Ridho, peradaban barat modern di dasarkan atas
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi tidak
bertentangan dengan Islam. Untuk kemajuan, umat Islam harus mau menerima
peradaban arab yang ada. Barat maju, demikian menurut Rasyid Ridho, karena
mereka mau mengambil ilmu pengetahuan yang dikembangkan umat Islam pada zaman
klasik. Dengan demikian mengambil ilmu pengetahuan barat modern sebenarnya
mengambil kembali ilmu pengetahuan yang dimiliki umat Islam.
Pan-Islamisme
Sebagaimana al afghani, Rasyid Ridho juga
melihat perlu di hidupkan kesatuan umat Islam. Menurutnya, Salah satu sebab
lain bagi kemunduran umat Islam ialah perpecahan yang terjadi di kalangan
mereka. Kesatuan yang dimaksud oleh beliau bukanlah yang didasarkan atas
kesatuan bahasa atau kesatauan bangsa, tetapi kesatuan atas dasar keyakinan
yang sama. Oleh karena itu, ia tidak setuju dengan gerakan rasionalisme yang di
pelopori mustafa kamil di mesir dan gerakan nasionalisme turki yang di pelopori
turki muda. Ia menganggap bahwa paham nasionalisme bertentangan dengan ajaran
persaudaraan seluruh umat Islam. Persaudaraan dalam Islam tidak kenal pada
perbedaan bangsa dan bahasa, bahkan tidak kenal perbedaan tanah air.
Rasyid
Ridho tidak memberikan format yang jelas bagi bentuk kesatuan yang dimaksud. Ia
hanya menawarkan ke khalifahan yang sekali gus mengemban fungsi sebagai kepala
negara. Khalifah, menurutnya, karena mempunyai kekuasaan legislatif maka harus
mempunyai sifat wujud mujtahid. Tetapi,
khalifah tidak boleh bersifat absholut. Ulama merupakan pembantu-pembantu nya
yang utama dalam soal memerintah rakyat. Untuk mewujudkan kesatuan umat itu, ia
pada mulanya meletakkan harapan kepada kerajaan Usmani tetapi harapan itu
hilang setelah mustafa kamal berkuasa di instambul dan kemudian menghapuskan
sistem pemerintahan ke khalifahan. Selanjutnya ia meletakkan harapan pada
kerajaan saudi arabia setelah raja Abd al aziz dapat merebut kekuasaan di
semanjung Arabia.[5]
Pada
zaman Rasyid Ridha, pelopor pembaharuan yang cukup terkenal ada tiga yaitu :
Syyid Ahmad Khan Al-Hind ( seorang pendidik sekaligus tokoh pembaruan ), Al
Afghani (tokoh pembaruan sekaligus pemimpin revolusi ), dan Abduh, karena
demikian asa cinta dan hormatny terhadap dua tokoh pembaruan ini maka Rasyid
Ridha memberikan predikat “Aristoteles” kepada Al-Afghani dan “al-Ustadz
al-Imam” kepada Abduh. Predikat yang disemakan kepada kedua tokoh yang cukup di
kaguminya itu menunjukan bahawa Rasyid Ridha adalah sosok yang terbuka terhadp
perkembangan ilmu dan tidak pernah ia lihat dari mana ilmu itu
berasal.”Aristoteles” sebagai seorang filosof besar sementara “al-Ustadz al-Imam” sebagai
seorang “guru besar” yang memiliki ilmu cukup dalam.
5.
Pokok Pikiran Pembaharuannya
Pada tahun 1898 Rasyid Ridha hijrah
ke Kairo dengan maksud berguru dan bergabung dengan Muhammad Abduh. Langkah
pertama yang dilakukan Rasyid di Mesir adalah mendesak Abduh untuk menerbitkan
sebuah majalah sebagai corong mereka. Menurut Rasyid, hal ini penting karena
cara yang tepat untuk menyembuhkan penyakit umat ialah pendidikan serta
menyiarkan ide-ide yang pantas untuk menentang kebodohan dan pikiran-pikiran
yang mengendap dalam diri umat seperti fatalistik dan khurafat. Abduh
menyetujui saran muridnya itu, kemudian terbitlah sebuah majalah yang diberi
nama al-Manar. Nama yang diusulkan Rasyid dan disetujui Abduh.
Dalam terbitan perdananya dijelaskan bahwa tujuan al-Manar sama
dengan al-‘Urwah al-Wusqa, yakni sebagai media pembaharuan dalam bidang
agama, sosial, ekonomi, menghilangkan faham-faham yang menyimpang dari agama
Islam, peningkatan mutu pendidikan, dan membela umat Islam dari kebuasan
politik Barat.
Ide-ide
pembaharuan penting yang di bawa Rasyid Ridha adalah dalam bidang agama, bidang
pendidikan, dan bidang Politik.[6] Yaitu
sebagai berikut :
a.
Bidang Agama
Ia berpendapat bahwa umat Islam lemah karena mereka tidak lagi
mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang murni sepertiyang diperaktekkan pada
masa Rasullah SAW dan sahabat-sahabatnya, melainkan ajaran-ajaran yang sudah
banyak bercampur dengan Bid’ah dan khurafat. Selanjutnya ia menegaskan ,
jika umat Islam ingin maju, mereka harus kembali berperang kepada Al-Qur`an dan
sunnah Rasullah SAW dan tidak terkait dengan pendapat-pendapat ulama terdahulu
yang tidak lagi sesuai dengan tuntunan hidup modern. Mengenai ajaran Islam,
Rasyid Ridha memebedakan antar masalah muamalah (yang berhubungan dengan tuhan0
dan masalah muamalah ( yang berhubungan dengan manusia). Yang pertama telah
tertuang dalam teks Al-Qur`an yang qah’i (tunjukannya jelas, pasti) dan
hadits mutawatir. Menurutnya, untuk hal
yang kedua ini akal dapatt digunakan sepanjang tidak menyimpang dari
prinsip-prinsip dasar ajaran Islam. Rasyid Ridha kemudian menyoroti paham
dinamika, bukan fatalisme. Paham dinamika inilah yang membuat dunia Barat maju.
Rasyid Rida menjelaskan paham dinamika dalam Islam dengan mengambil bentuk
jihad, yaitu kerja keras dan rela berkorban demi mencapai keridaan Allah SWT.
Etos jihad inilah yang mengantarkan umat Islam ke puncak kejayaannya pada zaman
klasik. Idenya yang lain adalah toleransi bermazhab, bahkan dalam bidang hukum
perlu diupayakan penyatuan madzhab, walaupun ia sendiri pengikut setia Madzhab
Hambali.
b.
Bidang Pendidikan
Rasyid Ridha mengikuti gurunya, Muhammad Abduh. Ridha sangat
menaruh perhtian terhadap pendidikan. Umat Islam hanya dapat maju apabila
menguasai bidang pendidikan. Oleh karena itu, ia selalu menghimbau dan
mendorong umat Islam untuk menggunakan kekyaan bagi pembangunan lembaga-lembaga
kependidikan. Menurut Rasyid Ridha, membangun lembaga pendidikan lebih
bermanfaat dari pada membangun masjid. Apa artinya masjid jika pengunjungnya
hanyalah orang-orang yang berbodoh. Sebaliknya, lembaga pendidikan akan dapat
menghapuskann kebodohan dan pada gilirannya membangun umat menjadi maju dan
makmur. Usaha yang dilakukannya di bidang pendidikan adalah membangun sekolah
misi Islam dengan tujuan utama untuk mencetak kader-kader mubaligh yang tangguh
sebagai imbangan terhadap sekolah misionaris Kristen. Sekolah tersebut
didirikan pada tahun 1912 di Cairo dengan nama Madrasah ad-Da’wah wa al-Irsyad.
Di sekolah tersebut diajarkan ilmu agama seperti al-Qur`an, tafsir, akhlak dan Hik-mah
at-tasyri’. (hikmah ditetapkannya syariat)., bahasa Eropa mendapatkan
undangan dari pemuka Islam India untuk mendirikan lembaga yang sama di sana.
c.
Bidang Politik
Kegiataan
antara lain menjadi Presiden Kongres Suriah pada tahun 1920, sebagai delegasi
Palestina-Suriah di Jenewa tahun 1921, sebagai anggota Komite Politik di Cairo
tahun 1925, dan menghadiri Konferensi Islam di Mekkah tahun 1926 dan di
Yerusalem tahun 1931. Ide-idenya yang penting di bidang politik adalah tentang ukhuwwah
Islaiyah (persaudaraan Islam). Ia melihat satu penyebab kemunduran umat Islam
ialah perpecahan yang terjadi di kalangan mereka. Untuk itu, ia menyeru umat
Islam agar bersatu kembali di bawah satu keyakinan, satu sistem moral, satu
sistem pendidikan, dan tunduk kepada satu sistem moral, satu sistem pendidikan
dan tunduk kepada satu sistem hukum dalam satu kekuasaan yang berbentuk negara.
Akan tetapi, negara dalam bentuk khilafah (kekhalifahan) seperti pada
masa al-Khulafa ar Rasyidin (empat khalifah besar). Khalifah haruslah
seorang mujtahid (ahli ijtihad) dan dalam menjalankan roda
pemerintahannya, ia di bantu oleh para ulama. Hanya dengan sistem khilafah,
ukhuwah Islamiyah dapat diwujudkan.
Dalam bukunya al-khilafah, Rasyid Ridha menjelaskan secara panjang
llebar mengenai khilafah, antara
lain disebutkan bahwa fungsi khalifah adalah menyebarkan kebenaran, menegakkan
keasilan, memelihara agama, dan bermusyawarah mengenai masalah-masalah yang
tidak dijelaskan dalam nash. Khalifah bertanggung jawab atas segala
tindakannya di bawah pengawasan ahl al-hall wa al-‘aqd, selain mengawasi
jalannya roda pemerintahan, juga mencegah terjadinya penyelewengan oleh
khalifah. Lembaga ini berhak menindak khalifah yang berbuat dhalim dan
sewenang-wenang.[7]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan, bahwa ide pemikiran dan
pembaharuan Rasyid Ridha sangat dibutuhkan. Karena mempunyai kontribusi yang
sanggat tinggi untuk kemajuan umat Islam. Diantaranya: Dibidang pendidikan
Rasyid Ridha sangat menginginkan adanya perpaduan antara pendidikan Agama
dengan pendidikan Umum, untuk membentuk generasi yang tidak hanya mempunyai
ilmu dan wawasan yang luas tetapi juga mempunyai akhlak dan pribadi yang
mencerminkan seorang pemimpin yang bersih. Dan memusatkan perhatian pada
reformasi intelektual Islam, pembaharuan ilmu syari’at dan bahasa Arab serta
membangkitkan lembaga-lembaga yang membentuk pemikiran umat Islam.
Dibidang agama, Rasyid Ridha menginginkan umat Islam
menggali kembali teks al-Qur’an dan Hadis. Dengan cara: Mempertahankan
syari’at Islam beserta ilmu-ilmunya, Menyebarluaskan fatwa-fatwa kontemporer
dan menetapkan al-Qur’an antara fiqih kontemporer dan fiqih ahkam. Memberikan
penerangan kepada umat tentang perbedaan antara agama dan tradisi yang ada di
masyarakat. Dibidang politik, Rasyid Ridha memberikan pemahaman tentang
persatuan umat. Serta memandang politik dengan pandangan universalitas Islam.
B.
Saran
Demikian yang dapat kami paparkan
mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih
banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan
kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Kami banyak berharap para pembaca yang budiman sudi
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah
ini dan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini
berguna bagi kami pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Ghani,Nahar
Alang, kemuhammdiyahan-2.2016.Medan:UMSU PRESS
Amini,Rahma.Kemuhammadiyahan.2014.Medan.UMSU
PRESS
Anshari,
Hafizh.Ensiklopedi Islam.1997.Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve
Hidayat,
Samsul.Studi Kemuhammadiyahan.2010.Surakarta: Lembaga Pengembangan
Ilmu-ilmu Dasar (LPID) Universitas Muhammadiyah Surakarta
[1]
Nahar Alang Abdul Ghani, Kemuhammadiyahan-2, (Medan:UMSU 2016)
hlm.24-26
[2]
Nahar Alang Abdul Ghani, kemuhammdiyahan-2, (Medan,UMSU PRESS 2016)
hlm.7
[3]
Rahma Amini, Kemuhammadiyahan, (Medan,UMSU PRESS 2014) cet.I
hlm.36
[4]Nahar
Alang Abdul Ghani, Kemuhammadiyahan-2, (Medan:UMSU PRESS 2016)
hlm.104-107
[5]
Nahar Alang Abdul Ghani, Kemuhammadiyahan-2, (Medan:UMSU PRESS
2016) hlm.110-113
[6]
,Hafizh Anshari, Ensiklopedi Islam,( Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve 1997) cet.IV hlm. 162
[7]
Samsul Hidayat, Studi Kemuhammadiyahan, (Surakarta: Lembaga
Pengembangan Ilmu-ilmu Dasar (LPID) Universitas Muhammadiyah Surakarta 2010)
cet.I hlm. 22-24
0 komentar:
Posting Komentar