4 Maret 2016

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM AL-QUR`AN

BAB I
PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan hal yang sangat strategis dalam membangun sebuah peradaban, khususnya peradaban yang Islami. Bahkan, ayat pertama diturunkan oleh Allah sangat berhubungan dengan pendidikan. Proses dakwah Rasulullah pun dalam menyebarkan Islam dan membangun peradaban tidak lepas dari pendidikan Rasul terhadap para sahabat. Dimulai dari sebuah rumah kecil “Darul Arqom” sampai membentang ke seberang benua. Diawali beberapa sahabat sampai tersebar ke jutaan umat manusia di penjuru dunia. Sebuah proses yang pernah menorehkan sejarah peradaban yang membanggakan bagi umat Islam, Madinah Al-Munawarah. Sejarahpun mencatat banyak Negara yang memperkokoh bangsanya ataupun bisa segera bangkit dari keterpurukan dengan upaya membangun pendidikan.
Pada hakikatnya manusia sebagai khalifah Allah dibumi ini.[1] Wajar, karena dari pendidikanlah lahir sebuah generasi yang diharapkan mampu membangun peradaban tersebut. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa kemajuan pendidikan akan menjadi salah satu pengaruh kuat terhadap kemajuan atau kegemilangan sebuah peradaban. Namun, konsep atau teori pendidikan mengalami sebuah perdebatan hangat bagi para pakar atau ilmuwan. Peran pendidikan yang semakin disadari pentingnya dalam melahirkan sebuah generasi tidaklah cukup tanpa disertai oleh konsep yang benar. Apabila kita menerima teori ilmiah empiris sebagai sebuah paradigma dalam teori pendidikan, maka disadari atau tidak berarti kita telah meninggalkan hal-hal yang bersifat metafisis dalam Al-Qur`an dan Sunnah. Metode ilmiah dalam membangun sebuah teori harus dapat diamati oleh panca indera. Sebuah teori yang belum bisa dibuktikan secara empiris tidak bisa dijadikan dasar dalam menyusun sebuah teori termasuk didalamnya teori pendidikan. Padahal, Al-Qur`an yang diwahyukan melalui Nabi Muhammad SAW, dari masa ke masa selalu berkembang pembuktian terhadap mukjizat Ilmiahnya, mulai dari masa lampau sampai masa yang akan datang.
Menyesuaikan dengan kemampuan manusia dalam membaca mukjizat tersebut. Dalam Surat Al-An’am ayat 38 “Tiadalah kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, Kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”. Ditegaskan juga dalam ayat lain, yaitu surat An Nahl ayat 89 “kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” Untuk itu menjadi hal yang sangat penting dan mendasar bagi para muslim untuk memahami konsep pendidikan menurut Al-Qur`an dan Al-Sunnah. Konsep dasar yang perlu untuk dikaji berawal dari definisi atau pengertian pendidikan yang disandarkan pada Al-Qur`an dan As-Sunnah.

RUMUSAN MASALAH
1.      Mengetahui konsep pendidikan dalam Al-Qur`an?
2.      Proses belajar mengajar dalam Al-Qur`an?

TUJUAN
1.      Agar mahasiswa tahu tentang ayat-ayat Al-Qur`an yang berkaitan dengan tujuan pendidikan.
2.      Agar para mahasiswa dapat memahami bahwa Al-Qur`an secara konfrehensif membahas tentang tujuan pendidikan.
3.      Agar mahasiswa dapat memahami tentang urgensi pendidikan ditinjau dari ayat-ayat Al-Qur`an yang berkaitan dengan pendidikan.
4.      Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami realitas tujuan pendidikan saat ini dengan tujuan pendidikan yang tergambar dalam Qur`an.








BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Konsep Pendidikan dalam Al-Qur`an
Istilah pendidikan bisa ditemukan dalam Al-Qur`an dengan istilah ‘At-Tarbiyah’, ‘At-Ta`lim’, dan ‘At-Tadhib’, tetapi lebih banyak kita temukan dengan ungkapan kata ‘Rabba’, kata at-Tarbiyah adalah bentuk masdar dari fi`il madhi rabba, yang mempunyai pengertian yang sama dengan kata ‘rabb’ yang berarti nama Allah.[2] Jika ditelusuri ayat-ayat Al-Qur`an dan matan As-Sunah secara mendalam dan komprehensif sesungguhnya selain tiga kata tersebut masih terdapat kata-kata lain yang berhbungan dengan pendidikan. Kata-kata lain tersebut, yaitu Al-tazkiyah, Al-Muma’idzah, Al-Tafaqquh, Al-Tilawah, Al-Tahzib. Al-Irsyad, Al-Tabyin, Al-Tafakkur, Al-Ta’aqqul, dan Al-Tadabbur.[3]
Pendidikan islam sebagai salah satu aspek dari ajaran Islam, dasarnya adalah Al-Qur`an dan Hadits Nabi Muhammad SAW Dari kedua sumber tersebut, para intelektual muslim kemudian mengembangkan dan mengklasifikasikannya kedalam dua bagian yaitu: Pertama, akidah untuk ajaran yang berkaitan dengan keimanan. Kedua, adalah syariah untuk ajaran yang berkaitan dengan amal nyata. Oleh karena itu pendidikan termasuk amal nyata dan hal tersebut menggariskan prinsip-prinsip dasar materi pendidikan islam yang terdiri atas masalah iman, ibadah, sosial, dan ilmu pengetahuan. Dari ayat-ayat Al-Qur`an dan hadits-hadits tersebut dapat diperoleh isyarat tentang kegiatan belajar mengajar dengan berbagai komponen.

1.    Konsep Pendidikan Islam dalam Al-Qur`an  Surat Al-Alaq ayat 1-5
Agama Islam adalah agama yang universal, yang mengajarkan umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi. Salah satu di antara ajaran tersebut adalah mewajibkan kepada umat Islam untuk melakukan pendidikan.[4] Apabila kita memperhatikan ayat yang pertama kali diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, maka nyatalah bahwa Allah telah menekankan perlunya orang belajar baca tulis dan ilmu pengetahuan.
Firman Allah dalam surah Al-alaq ayat 1-5 :

&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ   t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ   ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ
   Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ  
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.[5]

Ø Tafsir Surat Al-Alaq ayat 1-5
 Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.
Pada surat Al-Alaq (96) ayat 1 hingga 5, proses belajar mengajar berlangsung dari tuhan kepada Nabi Muhammad SAW. Melalui metode membaca (iqra`) Tuhan (melalui Malaikat Jibril) ingin agar Nabi Muhammad SAW membacakan segala sesuatu yang disampaikan oleh Malaikat Jibril. Para ulama tafsir melihat bahwa kata kerja perintah membaca (fi’il amr) yakni kalimat iqra` (bacalah) pada ayat pertama Al-alaq tersebut tidak ada objek atau maf`ul nya. Hal ini menunjukkan bahwa yang dibaca itu mencakup berbagai hal yang amat luas, yakni tidak hanya pembaca yang tersurat atau yang tertulis, melainkan termaksud yang tersirat atau yang tidak tertulis. Adanya ayat-ayat Tuhan yang tertulis di jagad raya, fenomena sosial, dan lainnya.[6]
 “Bacalah!” dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptkan”.[7] (Ayat 1). Dalam suku pertama saja, yaitu “bacalah”, telah terbuka kepentingan pertama didalam perkembangan agama ini selanjutnya. Nabi Muhammad SAW disuruh membaca wahyu akan diturunkan kepada beliau itu diatas nama Allah, Tuhan yang telah mencipta. Yaitu “Menciptakan manusia daripada segumpal darah” (Ayat 2). Yaitu peringkat yang kedua sesudah muthfah, yaitu segumpal air yang telah berpadu dari mani si laki-laki dengan mani si perempuan, yang setelah 40 hari dari lamanya, air itu telah menjelma jadi segumpal darah, dan dari segumpal dari itu kelak akan menjelma pula setelah melalui 40 hari, menjadi segumpal daging (Mudgah).
Nabi bukanlah seorang yang pandai membaca. Beliau adalah ummi, yang boleh diartikan buta huruf, tidak pandai menulis dan tidak pula pandai membaca yang tertulis. Tetapi Jibril mendesaknya juga sampai tiga kali supaya dia membaca. Meskipun dia tidak pandai menulis, namun ayat-ayat itu akan dibawa langsung oleh Jibril kepadanya, di ajarkan, sehingga dia dapat menghapalnya diluar kepala, dengan sebab itu akan dapatlah dia membacanya. Tuhan Allah yang menciptakan semuanya. Rasul yang tak pandai menulis dan membaca itu akan pandai kelak membaca ayat-ayat yang diturunkan kepadanya. Sehingga bilamana wahyu-wahyu itu telah turun kelak, dia akan diberi nama Al-Qur`an dan Al-Qur’an itupun artinya ialah bacaan. Seakan-akan Tuhan berfirman: “Bacalah, atas qudratku dan iradatku”. Syaik Muhammad Abduh didalam Tafsir Juzu` `Amma-nya menerangkan ; “Yaitu Allah yang Mahakuasa menjadikan manusia daripada air mani, menjelma jadi darah segumpal, kemudian jadi manusia penuh, niscaya kuasa pula menimbulkan kesanggupan membaca pada seorang yang selama ini dikenal ummi, tak pandai membaca dan menulis. Maka jika kita selidiki isi hadits yang menerangkan bahwa tiga kali Nabi disuruh membaca, tiga kali pula Jibril memeluknya keras-keras, buat meyakinkan baginya bahwa sejak saat itu kesanggupan membaca itu sudah ada padanya, apatah lagi dia adalah Al-Insan Al-Kamil, manusia sempurna. Banyak lagi yang akan dibacanya dibelakang hari. Yang penting harus diketahuinya ialah bahwa dasar segala yang akan dibacanya itu kelak tidak lain ialah dengan nama Allah jua.
“Bacalah ! Dan Tuhan engkau itu adalah Maha Mulia”. (Ayat 3). Setelah di ayat yang pertama beliau disuruh membaca diatas nama Allah yang menciptakan insan dari segumpal darah, diteruskan lagi menyuruhnya membaca diatas nama Tuhan. Sedang nama Tuhan yang selalu akan diambil jadi sandaran hidup itu ialah Allah Yang Maha Mulia, maha dermawan, maha kasih dan sayang kepada makhluk-Nya ; “Dia yang mengajarkan dengan qalam”. (Ayat 4). Itulah keistimewaan Tuhan itu lagi itulah kemuliaannya yang tertinggi. Yaitu diajarkannya kepada manusia berbagai ilmu, dibukanya berbagai rahasia, diserahkannya berbagai kunci untuk pembuka perbendaharaan Allah, yaitu dengan qalam. Dengan pena! Disamping lidah untuk membaca, Tuhan pun mentakdirkan pula bahwa dengan pena ilmu pengetahuan dapat di catat. Pena adalah beku dan kaku, tidak hidup, namun yang dituliskan oleh pena itu adalah berbagai hal yang dapat difahamkan oleh manusia “Mengajari manusia apa-apa yang dia tidak tahu”. (Ayat 5).
Lebih dahulu Allah Ta’ala mengajar manusia mempergunakan qalam. Sesudah dia pandai mempergunakan qalam itu banyaklah ilmu pengetahuan diberikan oleh Allah kepadanya, sehingga dapat pula dicatatnya ilmu yang baru didapatnya itu dengan qalam yang telah ada dalam tangannya ;
“Ilmu pengetahuan adalah laksana binatang buruan dan penulisan adalah tali pengikat buruan itu. Oleh sabab itu ikatlah buruan-mu dengan tali yang teguh”.
Maka didalam susunan kelima ayat ini, sebagai ayat mula-mula turun kita menampak dengan kata-kata singkat Tuhan telah menerangkan asal usul kejadian seluruh manusia yang semuanya sama, yaitu daripada segumpal darah, yang berasal dari segumpal mani. Dan segumpal mani itu berasal dari saringan halus makanan manusia yang diambil dari bumi. Yaitu dari hormon, calori, vitamin dan berbagai zat yang lain, yang semua diambil dari bumi yang semuanya ada dalam sayuran, buah-buahan makanan poko dan daging. Kemudian itu manusia bertambah besar dan dewasa. Yang terpenting alat untuk menghubungkan dirinya dengan manusia yang sekitarnya ialah kesanggupan berkata-kata dengan lidah, sebagai sambungan dari apa yang terasa dalam hatinya. Kemudian bertambah juga kecerdasannya, maka diberikan pulalah kepandaian menulis.
Didalam ayat yang mula turun ini telah jelas penilaian yang tertinggi kepada kepandaian membaca dan menulis. Berkata Syaik Muhammad Abduh dalam tafsirnya : “Tidak didapat kata-kata yang lebih mendalam dan alasan yang lebih sempurna daripada ayat ini didalam menyatakan kepentingan membaca dan menulis ilmu pengetahuan dalam segala cabang dan bahagiannya. Dengan ini mula dibuka segala wahyu yang akan turun dibelakang. Maka kalau kaum Muslimin tidak mendapat manju, merobek segala selubung pembungkus yang menutup penglihatan mereka selam ini terkunci sehingga mereka terkurung dalam bilik gelap, sebab dikunci erat-erat oleh pemuka-pemuka mereka sampai mereka meraba-raba dalam kegelapan bodoh, dan kalau ayat pembukaan wahyu ini tidak menggetarkan hati mereka, maka tidaklah mereka akan bangun lagi selama-lamanya”.
Ar-Raziy menguraikan dalam tafsirnya, bahwa pada dua ayat pertama disuruh membaca diatas nama Tuhan yang telah mencipta, adalah mengandung Qudrat, dan hikmat dan ilmu dan rahmat. Semuanya adalah sifat Tuhan. Dan pada ayat yang seterusnya seketika Tuhan menyatakan mencapai ilmu dengan qalam atau pena, adalah suatu isyarat bahwa ada juga di antara hukum itu yang tertulis, yang tidak dapa difahamkan kalau tidak didengarkan dengan seksama. Maka pada dua ayat pertama memperlihatkan rahasia Rububiyah, rahasia Ketuhanan. Dan ditiga ayat sesudahnya mengandung Nubuwat, kenabian. Dan siapa Tuhan itu tidaklah akan dikenal kalau bukan dengan perantaraan Nubuwwat, dan Nubuwwat itu sendiripun tidaklah akan ada, kalau  tidak dengan kehendak Tuhan.[8]

Ø Asbabun nuzul surat Al-Alaq aya 1-5
Diriwayatkan oleh ‘Aisyah dalam sebuah hadist dalam kitab Shohih Bukhori, Ketika beliau (Rasulullah) ada di Gua Hira, datanglah malaikat seraya berkata, 'Bacalah!' Beliau berkata,”Sungguh saya tidak dapat membaca.” Ia mengambil dan mendekap saya sehingga saya lelah. Kemudian ia melepaskan saya, lalu ia berkata, “Bacalah!” Maka, saya berkata, “Sungguh saya tidak dapat membaca:” Lalu ia mengambil dan mendekap saya yang kedua kalinya, kemudian ia melepaskan saya, lalu ia berkata, 'Bacalah!' Maka, saya berkata, “Sungguh saya tidak bisa membaca” Lalu ia mengambil dan mendekap saya yang ketiga kalinya, kemudian ia melepaskan saya. Lalu ia membacakan, "Iqra” bismi rabbikalladzi khalaq. Khalaqal insaana min'alaq. Iqra' warabbukal akram. Alladzii 'allama bil qalam. 'Allamal insaana maa lam ya'lam.

2.    Konsep Pendidikan Islam dalam Al-Qur`an Surat Al-Baqarah ayat 31-32


Artinya: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!.[9] Mereka menjawab: “Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. al-Baqarah: 31-32)

Ø Tafsir surat Al-Baqarah ayat 31-32
Manusia dianugerahi Allah potensi untuk mengetahui nama atau fungsi dan karakteristik benda-benda. Dalam ayat ini Allah SWT menunjukkan suatu keistimewaan yang telah dikaruniakannya kepada Nabi Adam as yang tidak pernah dikaruniakan-Nya kepada makhluk-makhluk lain, yaitu ilmu pengetahuan dan kekuatan akal atau daya pikir untuk mempelajari sesuatu dengan sebaik-baiknya. Dan keturunan ini diturunkan pula kepada keturunannya, yaitu umat manusia. Para malaikat yang ditanya itu secara tulus menjawab sambil menyucikan Allah, tidak ada pengetahuan bagi kami selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Maksud mereka, apa yang Engkau tanyakan itu tidak pernah Engkau ajarkan kepada kami. Engkau tidak ajarkan kepada kami bukan karena Engkau tidak tahu, tetapi karena ada hikmah dibalik itu. Dari pengakuan para malaikat ini, dapatlah dipahami bahwa pertanyaan yang mereka ajukan (pada Al-Baqarah ayat 30) semula mengapa Allah mengangkat Nabi Adam AS menjadi khalifah, bukanlah suatu sanggahan dari mereka terhadap kehendak Allah SWT, melainkan hanya lah sekedar pertanyaan untuk meminta penjelasan. Setelah penjelasan itu diberikan, dan setelah mereka mengakui kelemahan mereka , maka dengan rendah hati dan ketaatan mereka mematuhi kehendak Allah, terutama dalam pengangkatan Nabi Adam sebagai khalifah. Ini juga mengandung pelajaran bahwa manusia yang telah dikaruniai ilmu pengetahuan yang lebih banyak daripada makhluk Allah yang lainnya, hendaklah selalu mensyukuri nikmat tersebut, serta tidak menjadi sombong dan angkuh karena ilmu pengetahuan serta kekuatan akal dan daya pikir yang dimilikinya.

3.  Konsep Pendidikan Islam dalam Al-Qur`an Surat Al-Mujadalah ayat 11

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (11)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.[10]

Ø Tafsir Surat Al-Mujadalah ayat 11
1)      Pada zaman dahulu para sahabat berlomba-lomba mencari tempat duduk yang dekat dengan Rosulullah saw agar mereka mudah mendengar perkataan Rosulullah yang disampaikan kepada mereka.
2)      Anjuran untuk memberikan tempat kepada orang yang baru datang sehingga menimbulkan rasa persahabatan antar sesama yang hadir.
3)      Sesungguhnya apabila tiap-tiap orang yang memberikan kelapangan kepada hamba Allah dalam melakukan perbuatan-perbuatan baik, maka Allah akan memberi kelapangan pula kepadanya di dunia dan akhirat.
Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah yang berbunyi:
Artinya: Allah selalu menolong hamba selama hamba itu menolong saudaranya. (H.R. Muslim dari Abu Hurairah)
Jika dipelajari maksud ayat diatas, ada suatu ketetapan yang ditentukan ayat ini, yaitu agar orang-orang yang menghadiri suatu majelis baik yang datang pada waktunya atau yang terlambat, selalu menjaga suasana yang baik, penuh persaudaraan dan saling bertenggang rasa. Bagi yang lebih dahulu datang, hendaklah memenuhi tempat dimuka, sehingga orang yang datang terlambat tidak perlu melangkahi atau mengganggu orang yang telah lebih dahulu hadir. Bagi orang yang terlambat datang, hendaklah rela dengan keadaan yang ditemuinya, seperti tidak mendapat tempat duduk. Pada akhir ayat ini juga menjelaskan bahwa orang-orang yang memiliki derajat yang paling tinggi disisi Allah ialah orang yang beriman dan berilmu serta mengamalkan ilmu tersebut sesuai yang diperintahkan oleh Allah dan RasulNya. Allah juga menegaskan bahwa Dia Maha Mengetahui semua yang dilakukan manusia, sehingga Dia akan memberikan balasan yang adil sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukannya. Apabila ayat diatas dikaitkan dengan judul makalah ini yakni tentang alat pendidikan, maka dapat ditarik titik temu yakni bahwa secara tersirat Q.S Al-Mujadalah ayat 11 tersebut menjelaskan mengenai macam-macam alat pendidikan materiil yakni tentang pengaturan tempat duduk, hal ini terlihat dalam ayat yang menjelaskan supaya kita berlapang-lapang dalam suatu majelis. Memang pengaturan tempat duduk tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan peserta didik, tetapi dengan pengaturan tempat duduk yang baik dan benar setidaknya dapat menciptakan suasana kelas yang kondusif sehingga memudahkan peserta didik untuk menyerap materi yang disampaikan oleh pendidik.

Ø Asbabun Nuzul surat Al-Mujadalah ayat 11
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Muqatil bin Hayyan, ia mengatakan bahwa pada suatu hari yakni hari jum’at, Rasulullah berada di Suffah untuk mengadakan pertemuan disuatu tempat yang sempit, dengan maksud untuk menghormati pahlawan-pahlawan Perang Badar yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Ansar. Terdapat beberapa orang pahlawan Perang Badar yang terlambat datang pada pertemuan tersebut, diantaranya ialah Sabit bin Qais. Para pahlawan tersebut berdiri diluar dan mengucapkan salam kepada Rasulullah dan orang-orang yang hadir lebih dahulu, Rasulullah pun menjawab salam tersebut begitu pula dengan orang-orang yang hadir lebih dahulu. Para pahlawan Badar yang terlambat tersebut tetap berdiri, menunggu tempat yang disediakan bagi mereka, tetapi tak ada yang menyediakannya. Melihat kejadian tersebut Rasulullah merasa kecewa, lalu mengatakan kepada orang-orang yang berada disekitarnya untuk berdiri. Maka beberapa orang yang berada disekitar Rasulullah pun berdiri, tetapi dengan rasa enggan yang terlihat diwajah mereka. Kemudian orang-orang munafik memberikan reaksi dengan maksud mencela Nabi, mereka mengatakan bahwa Rasulullah itu tidak adil karena ada orang yang dahulu datang dengan maksud memperoleh tempat duduk didekatnya, tetapi malah disuruh berdiri agar tempat itu diberikan kepada orang yang terlambat datang. Maka sebagai jawabannya turunlah ayat ini.[11]

4.    Konsep pendidikan Islam dalam Al-Qur`an surat Ali Imran ayat 125
í÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ  
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
“Serulah kepada jalan Tuhan engkau dengan kebijaksanaan dan pengajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik”. (Pangkal ayat 125). Ayat ini adalah mengandung ajaran keapada Rasul SAW tentang cara melancarakn dakwah, atau seruan terhadap manusia agar mereka berjalan di atas jalan Allah. Nabi SAW memegang tampuk pimpinan dalam melakukan dakwah itu. Kepadanya dituntunkan oleh Tuhan bahwa di dalam melakukan dakwah hendaklah memakati tiga macam cara yaitu : pertama, Hikmah (Kebijaksanaan). Yaitu dengan cara bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang dan hati yang bersih menarik perhatian orang kapada agama, atau kepada kepercayaan terhadap Tuhan. Contoh-contoh kebijaksanaan itu selalu pula ditunjukkan Tuhan.
Kata “Hikmat” itu kadang-kadang diartikan orang dengan filsafat. Padahal dia adalah inti yang lebih halus dari filsafat. Filsafat hanya dapat difahamkan oeh orang-orang yang telah terlatih fikirannya dan tinggi pendapat logikanya. Tetapi Hikmat dapat menarik orang yang belum maju kecerdasannya dan tidak dapat dibantah oleh orang yang lebih pintar. Kebijaksanaan itu bukan saja dengan ucapan mulut, melainkan termasuk juga dengan tindakan dan sikap hidup. Kadang-kadang lebih berhikmat “diam” daripada “berkata”.
Yang kedua ialah Al Mau ‘izhatul Hasanah, yang kita artikan pengajaran yang baik, atau pesan-pesan yang baik, yang disampaikan sebagai nasihat. Sebagai pendidikan dan tuntunan sejak kecil. Sebab itu termasuklah dalam bidang “Al Mau’izhatil Hasanah”, pendidikan ayah-bunda dalam rumah tangga kepada anak-anaknya, yang menunjukkan contoh beragama di hadapan anak-anaknya, sehingga menjadi kehidupan mereka pula. Termasuk juga pendidikan dan pengajaran dalam perguruan-perguruan.
Pengajaran-pengajaran yang lebih besar kepada kanak-kanak yang belum ditumbuhi atau belum diisi lebih dahulu oleh ajaran-ajaran yang lain.Yang ketiga ialah “Jadil-hum billati hiya ahsan”, bantahlah mereka dengan cara lebih baik. Kalau telah terpaksa timbul perbantahan atau pertukaran fikiran, yang di zaman kita ini disebut polemik, ayat ini menyuruh agar, dalam hal yang demikian, kalau sudah tidak dapat dielakan lagi, pilihlah jalan yang sebaik-baiknya. Di antaranya ialah memperbedakan pokok soal yang tengah dibicarakan dengan perasaan benci atau sayang kepada pribadi orang yang tengah diajak berbantah. Misalnya seseorang yang masih kufur, belum mengerti ajaran Islam, lalu dengan sesuka hatinya saja mengeluarkan celaan kepada Islam, karena bodohnya. Orang ini wajib dibantah dengan jalan yang sebaik-baiknya, disadarkan dan diajak kepada jalan fikiran yang benar, sehingga dia menerima. Tetapi kalau terlebih dahulu hatinya disakitkan, karena cara kita membantah yang salah, mungkin dia enggan menerima kebenaran, meskipun hait kecilnya mengakui, karena hatinya telah disakitkan.
Ketiga pokok cara melakukan Dakwah ini, hikmat, mau’izhah hasanah dan mujadalah bil lati hiya ahsan, amatlah diperlukan di segala zaman. Seba dakwah atau ajakan dan seruan membawa ummat manusia kepada jalan yang benar itu, sekali-kali bukanlah propaganda, meskipun propaganda itu sendiri kadang-kadang menjadi bagian dari alat dakwah. Dakwah meyakinkan, sedang propaganda atau di’ayah adalah memaksakan. Dakwah dengan jalan paksa tidaklah akan berhasil menundukkan keyakinan orang. Apatah lagi dalam hal agama. Al-Qur’an sudah menegaskan bahwa dalam hal agama sekali-kali tidak ada paksaan. Dan diujung ayat ini dengan tegas Tuhan mengatakan bahwa urusan memberi orang petunjuk atau menyesatkan orang, adalah hak Allah sendiri; “Sesungguhnya Tuhan engkau, Dialah yang lebih tahu siapa yang dapat petunjuk” (Ujung ayat 125).
Demikianlah ayat ini telah dijadikan salah satu pedoman perjuangan, menegakkan Iman dan Islam di tengah-tengah berbagai-ragamnya masyarakat pada masa itu, yang kedatangan Islam adalah buat menarik dan membawa, bukan mengusir dan mengenyahkan orang. Dan sampai sekarang, ketiga pokok ini masih tetap terpakai, menurut perkembangan-perkembangan zaman yang modern.










BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Pendidikan adalah usaha dasar yanng dilakukan manusia untuk mengembangkan potensi manusia lain atau memindahkan nilai dan norma yang dimiliknya kepada orang lain dalam masyarakat. Proses pemindahan nilai dan noma itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya adalah, pertama, melalui pengajaran, yaitu proses pemindahan nilai dan norma berupa (ilmu) pengetahuan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Kedua, melalui pelatihan yang dilaksankan dengan jalan membiasakan seseorang melakukan pekerjaan tertentu untuk memperoleh keterampilan mengerjakan suatu pekerjaan. Ketiga, melalui indoktrinasi yang diselenggarakan agar orang meniru atau mengikuti saja apa yang diajarkan tanpa mempertanyakan nilai-nilai atau norma yang diajarkan atau yang dipindahkan itu.[12]

B.  Saran
Semoga dengan selesainya makalah ini bisa dijadikan salah satu referensi sebagai suatu pengetahuan kepada pembaca sekalian utamanya penyusun, semoga dengan adanya makalah ini bias member manfaat bagi kita semua.










DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan.2002.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Daud Ali, Muhammad. Pendidikan Agama Islam.2011.Jakarta: PT. Grafindo Persada
Nata, Abuddin. Ilmu Pendidikan Islam. 2010.Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Pohan, Selamat. Ilmu Pendidikan Islam. 2015.Medan: KBPM Sumatera Utara
Abdulmalik, Syaikh. Tafsir Al-Azhar Juzu’ XXIX.Surabaya: Yayasan Latimojong




[1] Selamat Pohan, Ilmu Pendidikan Islam, (Medan: KBPM Sumtera Utara 2015) cet. II hlm. 59
[2] Selamat Pohan, Ilmu Pendidikan Islam, (Medan: KBPM Sumtera Utara 2015) cet. II hlm 163-164
[3] Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2010) cet. I hlm. 7
[4] Selamat Pohan, Ilmu Pendidikan Islam, (Medan: KBPM Sumtera Utara 2015) cet. II hlm. 60
[5] Syaikh Abdulmalik Bin Abdulkarim Amrullah (Hamka), Tafsir Al-Azhar Juzu’ XXIX, (Surabaya: Yayasan Latimojong) hlm. 194
[6] Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2010) cet. I hlm. 141
[7] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2002) cet. IV hlm. 42
[8] Syaikh Abdulmalik Bin Abdulkarim Amrullah (Hamka), Tafsir Al-Azhar Juzu’ XXIX, (Surabaya: Yayasan Latimojong) hlm. 194-196
[9] Selamat Pohan, Ilmu Pendidikan Islam, (Medan: KBPM Sumatera Utara 2015) cet. II hlm. 165
[10] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2002) cet. IV hlm. 151
[11] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2002) cet. IV hlm. 152
[12] Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2011) cet. XI hlm. 180
resep donat empuk ala dunkin donut resep kue cubit coklat enak dan sederhana resep donat kentang empuk lembut dan enak resep es krim goreng coklat kriuk mudah dan sederhana resep es krim coklat lembut resep bolu karamel panggang sarang semut

0 komentar:

Posting Komentar